Home > Products & Services
PT Perusahaan Gas Negara (PGN) menanti kepastian insentif dari pemerintah atas penurunan harga gas menjadi USD 6 per MMBTU, agar bisa terhindar dari kerugian.
Direktur Utama PGN Gigih Prakoso mengatakan, keekonomian harga gas sampai tingkat konsumen sebesar USD 8,4 per MMBTU dengan adanya kebijakan penurunan harga gas menjadi USD 6 per MMBTU maka ada selisih harga USD 2,4 per MMBTU.
Gigih melanjutkan, selisih harga USD 2,4 tersebut memang dikurangi dengan penurunan harga jual gas dari sumur atau hulu sebesar USD 1,4 per MMBTU dari USD 5,4 per MMBTU menjadi USD 4 hingga 4,5 per MMBTU. Namun, meski telah dikurangi penurunan harga gas di sisi Hulu PGN tetap masih menjual gas dengan Harga lebih rendah dari biaya penyaluran gas.
"Ada penurunan hulu sekitar USD 1,4 per MMBTU penurunan dari harga jual USD 2,4 per MMBTU dan dikurang beli dari hulu. Jadi masih ada gap," kata Gigih, Rapat Dengar Pendapat virtual Komisi VII DPR yang membahas dampak COVID-19, Selasa (21/4/2020).
Menurutnya, selisih harga jual tersebut hitung secara detail kemudian akan sampaikan melalui Pertamina sebagai Induk usaha ke Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan ESDM, agar biss mendapatkan kompensasi atau insentif.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Keuangan PGN Arie Nobelta Kaban mengungkapkan, Penerapan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2020 tentang tatacara penetapan penggunaan dan harga gas bumi tertentu di bidang industri pun akan berdampak pada sisi pendapatan perusahaan diperkirakan sebesar 21 persen, jika tidak ada insentif dari pemerintah.
Sementara di di sisi lain PGN memiliki kewajiban utang jangka panjang sebesar USD 1,95 miliar yang jatuh tempo pada 2024. Jika pendapatan terganggu akan membuat PGN tidak mampu memenuhi kewajibanya.
"Apabila tidak ada insentif maka kemampuan PGN memenuhi kewajiban jangka panjang kemungkinan akan terganggu," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu memandang, penerapan penurunan harga gas membuat Pertamina dan PGN mendapat beban perusahaan semakin berat, sebab diterapkan saat wabah virus corona baru (COVID-19) yang mengakibatkan perekonomian melambat.
Pemerintah harus membantu kedua perusahaan tersebut untuk meringankan beban dalam situasi yang semakin sulit.
"Karena itu saya kira kita harus dorong ini meskipun dalam kondisi seperti ini," tutupnya.